PRO KONTRA TERKAIT PENUNDAAN PENYEBARAN TELUR NYAMUK WOLBACHIA DI DENPASAR

LOKADEWATA, DENPASAR – Penundaan penyebaran telur nyamuk wolbachia di Denpasar menuai pro dan kontra warga. Sebagian warga tak masalah dengan penyebaran nyamuk wolbachia dan sebagian setuju dengan penundaannya.

Salah satunya Tristiana Dewi (35), warga sekaligus orang tua asuh nyamuk wolbachia di Desa Pemecutan Klod, Denpasar. Dia mengaku tak masalah apabila telur nyamuk wolbachia disebarkan.

“Sebelumnya saya juga sudah pernah mencari tahu bahwa itu (nyamuk wolbachia) kan bukan sesuatu yang buruk. Jadi, kenapa tidak kita coba dan lakukan?,” ujar Tristiana saat ditemui di kediamannya, Senin (20/11).

Tristiana mengatakan telah mengetahui soal ditundanya penyebaran telur nyamuk wolbachia dari kader World Mosquito Program (WMP) yang beberapa waktu lalu menyerahkan wadah telur nyamuk (WTN). Di mana Desa Pemecutan Klod menjadi salah satu lokasi pelaksanaan gladi penyebaran WTN tanpa berisikan telur nyamuk, Senin (18/9).

Tristiana berharap agar ke depannya pemerintah dapat melakukan sosialisasi yang lebih masif untuk menginformasikan kepada warga bahwa wolbachia bukanlah program yang buruk.

“Masyarakat sekarang kan berpikirnya akan ada COVID-19 baru dan segala macam. Jadi, biar diterima dulu baru setelah itu diterapkan. Kalau sekarang ini kan mungkin kurang (sosialisasinya). Jadi, masyarakat banyak yang menolak,” ungkapnya.

Pendapat berbeda dilontarkan Made Ari (37) yang juga orang tua asuh nyamuk wolbachia di Desa Pemecutan Klod. Dia justru setuju dengan ditundanya penyebaran telur nyamuk wolbachia.

“Lebih bagus memang ditunda dulu sampai terjadi yang namanya kepastian secara eksperimen. Takutnya biar tidak nanti masyarakat kita yang dijadikan eksperimen karena belum pasti hasilnya seperti apa,” jelasnya.

De Ari -sapaan akrab- mengaku cukup banyak mengikuti informasi soal wolbachia di sosial media pasca viralnya penundaan wolbachia. “Banyak (tokoh) yang meminta program ini bukan ditunda, tapi dicabut. Karena ini istilahnya nyamuk bionik yang ditakutkan jadi transmisi di dalam tubuh dan akan dikontrol by sistem. Jadi, biar tidak menjadi keributan ya mending ditunda bahkan dicabut,” paparnya.

De Ari meminta wolbachia tidak disebarkan di Denpasar terlebih dahulu jika belum ada penjelasan serta hasil pastinya. “Kalau memang belum ya jangan dipakai coba-coba, ngeri juga saya,” tuturnya.

Penolakan yang sama juga disampaikan oleh mahasiswa di salah satu universitas di Denpasar, Adinda Primayanti (20). Ia mengatakan keberadaan nyamuk juga bisa mengganggu manusia.

“Saya kurang setuju (penyebaran telur nyamuk wolbachia). Mungkin maksud dari penyebaran nyamuk untuk melumpuhkan nyamuk-nyamuk Aedes. Tapi, di sisi lain nyamuk itu juga mengganggu kita,” bebernya saat ditemui di Jalan Teuku Umar No.1 Denpasar.

Berdasarkan informasi yang diketahui soalwolbachia, Adinda menduganantinya akan muncul resistensi nyamuk yang tak berfokus hanya pada virus dengue.

“Jadi balik lagi, nanti bagaimana penanganannya dan solusinya kalau misalnya hal yang tidak diinginkan terjadi,” tutur Dinda.

Sebelumnya, penyebaran jutaan telur nyamuk wolbachia di Denpasar dan Buleleng ditunda. Padahal, semula telur nyamuk itu akan disebar di Denpasar pada Senin (13/11) dan Buleleng pada Minggu (12/11).

Terkait kondisi tersebut, jutaan telur nyamuk wolbachia yang disiapkan untuk disebar di Denpasar dan Buleleng pun dihancurkan karena memiliki masa simpan yang singkat. (DC/AP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *