LOKADEWATA, DENPASAR – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali mengecam tindakan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Cabang Benoa. Pasalnya, perusahaan tersebut bakal membabat hutan bakau (mangrove) demi membangun jalan penghubung proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH).
Direktur WALHI Bali Made Krisna Dinata menilai jika proyek yang dibangun oleh Pelindo akan turut mengurangi luasan mangrove di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai. Padahal, Pelindo sebelumnya juga telah menyebabkan mangrove mati seluas 17 hektare.
Hilangnya 17 hektare mangrove terjadi saat Pelindo melakukan reklamasi. Parahnya, sampai saat ini tidak ada pertanggungjawaban serta sanksi yang tegas dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali terkait hal tersebut.
“Dibangunnya jalan penghubung yang diperuntukan untuk proyek BMTH dengan menerabas lahan mangrove adalah bukti jika tidak ada efek jera yang yang dilakukan oleh Pemprov Bali sehingga proyek yang mengorbankan lahan mangrove kembali terulang,” kata pria yang kerap disapa Bokis itu dalam siaran pers kepada detikBali, Jumat (10/11/2023).
Menurut Bokis, Pelindo telah mengatakan jika BMTH merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditargetkan rampung pada 2025 mendatang. Baginya, proyek yang dibangun oleh Pelindo adalah contoh PSN yang merusak lingkungan jika dilakukan dengan menerabas mangrove.
“Seharusnya Proyek Strategis Nasional dijadikan landasan sebagai proyek yang tidak merusak mangrove, bukan malah sebaliknya menjadi legitimasi jika mangrove boleh diterabas atas nama Proyek Strategis Nasional,” tegasnya.
Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali mengecam sikap Unit Pelaksana Tugas Daerah (UPTD)TahuraNgurah Rai yang setuju hutan jika mangrove kembali dibabat demi proyekBMTH. KEKAL Bali juga menilai jika selama ini tidak adanya perlindungan terhadap mangroveTahuraNgurah Rai dari ancaman pembangunan infrastruktur.
Divisi Advokasi KEKAL Bali I Made Juli Untung Pratama menyebut jika proyek reklamasi Pelindo sebelumnya telah membuat belasan hektar mangrove Tahura Ngurah Rai mati. Menurutnya, UPTD Tahura Ngurah Rai seharusnya belajar dari pengalaman tersebut.
“Harusnya UPTD Tahura Ngurah Rai bisa berkaca dari proyek Pelindo sebelumnya. Pelindo sudah membunuh 17 hektare mangrove akibat proyek reklamasi. Pemprov Bali harus tegas dengan Pelindo III Benoa, perusakan mangrove memiliki implikasi hukum,” tegasnya.
Sementara itu, Sekjen Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) Bali Anak Agung Gede Surya Sentana mengatakan jika mangrove Tahura Ngurah Rai selama ini sering digadang-gadang sebagai percontohan oleh Presiden Joko Widodo.
Bahkan, lanjutnya, mangrove Tahura Ngurah Rai dijadikan showcase dalam hajatan Konferensi Tingkat Tinggi The Groups of Twenty (KTT G20) tahun lalu. Mangrove Tahura Ngurah Rai adalah bentuk komitmen Indonesia untuk memitigasi perubahan iklim yang mendapatkan atensi secara nasional maupun internasional.
“Sehingga semestinya tidak ada alasan pembangunan yang dilakukan dengan menerabas mangrove meski hal tersebut adalah Proyek Strategis Nasional,” tegas Surya Sentana. (DC/AP)