KASUS RESORT DI KARANGASEM, KELIAN ADAT BUGBUG DIBAWA KE POLISI DALAM BABAK BARU

LOKADEWATA, DENPASAR – Perkara Detiga Neano Resort di Desa Adat Bugbug, Kecamatan/Kabupaten Karangasem, Bali, memasuki babak baru. Kelian Adat Bugbug kini dilaporkan ke Polda Bali.

Kelian Desa Adat Bugbug dilaporkan ke Polda Bali atas dugaan tindak pidana penyerobotan tanah sesuai Pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pelapornya yakni pria bernama I Ketut Wirnata asal Banjar Dinas Bugbug Tengahan, Desa Bugbug, Kecamatan/Kabupaten Karangasem.

“Nah jadi dari aspek pidananya kami melaporkan Pasal 385 yang di mana itu adalah penyerobotan dan penggelapan aset tetap,” kata ketua tim kuasa hukum pelapor Ida Bagus Putu Agung kepada wartawan di Denpasar, Jumat (3/11).

Dirinya menjelaskan jika tanah yang dikuasai saat ini masih belum ada persetujuan secara menyeluruh dari warga Desa Adat Bugbug. Oleh sebab itu, tindakan sewa-menyewa antara Desa Adat Bugbug dengan pihak Detiga Neano Resort cacat prosedur.

“Artinya secara hukum, apapun yang dilakukan, baik itu perjanjian sewa menyewa, harusnya cacat, karena dari seluruh masyarakat masyarakat Bugbug ada sebagian yang tidak mengetahui perjanjian tersebut,” paparnya.

“Jadi sehingga di situ kita harus mengajukan suatu upaya pidana yang di mana dari pihak penyewa maupun si pengontrak maupun penyerobotan bidang tanah yang dimiliki oleh desa adat,” tambah Agung.

Tanah yang disebut diserobot oleh Agung luasnya kurang lebih mencapai 1 hektare dan saat ini dibangun sebagai Detiga Neano Resort. Agung menyebut sebagian warga Desa Adat Bugbug tak mengetahui perjanjian tersebut.

Baginya, semua masyarakat Desa Adat Bugbug seharusnya mengetahui mengenai sewa-menyewa tanah tersebut. Ketidaktahuan itu kini menjadi konflik di internal Desa Adat Bugbug.

“Harusnya semua, komunal, jadi 12 banjar itu harus mengetahui. Sedangkan sekarang sewa-menyewa itu sudah terjadi kenapa harus ada konflik, kenapa harus ada pecah, berarti kan tidak ada paruman, sosialisasi sebelum melakukan sewa menyewa tersebut,” ujar Agung.

Agung mengungkapkan jika sewa-menyewa tanah yang dilakukan oleh Desa Adat Bugbug dengan pihak Detiga Neano Resort terjadi sekitar 2021. Menurutnya, sebagian masyarakat tidak mengetahui tindakan sewa-menyewa tersebut.

Pada akhirnya, ungkap Agung, masyarakat mengerti adanya sewa-menyewa setelah adanya pembangunan di tanah milik Desa Adat Bugbug yang disewakan. Masyarakat, sebutnya, akhirnya menyalurkan aspirasi penolakan pembangunan Detiga Neano Resort melalui aksi demonstrasi.

Agung juga mengungkap sebagian masyarakat tidak mengetahui nominal sewa tanah Desa Adat Bugbug yang disewakan kepada pihak Detiga Neano Resort. “Jadi nominal berapa sewa itu kita enggak paham. Habis itu uang itu dibawa ke mana kami nggak ngerti,” tuturnya.

Padahal sesuai dengan awig-awig Desa Adat Bugbug, semua warga seharusnya mengetahui dan menyetujui jika ada tanah milik desa adat yang disewakan atau dijual. Sebab, persetujuan itu bersifat komunal atau menyeluruh dan tidak bisa diwakilkan, baik itu itu dari prajuru dan lain sebagainya.

Menurutnya, persetujuan itu bersifat komunal karena menyangkut kekayaan desa adat. Sehingga Kelian Adat seharusnya melakukan paruman krama secara keseluruhan dengan melibatkan 12 banjar yang ada di Desa Adat Bugbug.

Untuk diketahui pelaporan ke Polda Bali dilakukan pada 12 Oktober 2023. Laporan tersebut diterima dengan nomor polisi LP/B/585/X/2023/SPKT/POLDA BALI. Pelapor Wirnata sudah dilakukan pemeriksaan oleh Polda Bali pada Selasa (31/10).

Selain melaporkan secara pidana, Kelian Adat Desa Adat Bugbug juga diduga secara perdata. Gugatan ini pun sudah masuk dan akan menjalani sidang perdana pada Rabu (22/11).

Agung menerangkan bahwa kini sudah ada 16 orang yang dijadikan tersangka dan langsung dalam perkara pembakaran dan perusakan Detiga Neano Resort. Sejak awal kasus tersebut, Agung bersama tim hukum mengaku sudah melakukan berbagai upaya.

Di satu sisi, lanjut Agung, saat penangkapan tersebut dari polisi tidak mengacu atau mengarah ke aspek hukum secara keseluruhan, tetapi hanya menonjolkan perbuatan. Padahal dalam permasalahan ini ada celah atau kelemahan dari proses sewa-menyewa tanah antara Desa Adat Bugbug dengan pihak Detiga Neano Resort.

Kelemahan yang dimaksud yakni tidak melibatkan semua warga Desa Adat Bugbug dalam mengambil keputusan. Dari kelemahan itu akhirnya pihaknya melakukan gugatan perdata.

“Gugatan perdata itu sudah kita daftarkan dan sudah mendapatkan nomor dan jadwal sidang. Nah jadi untuk jadwal sidang tanggal 22 November 2023 yang di mana gugatan tersebut itu adalah perbuatan melawan hukum,” ujarnya. (DC/AP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *