oleh

NY. PUTRI KOSTER KAMPANYEKAN PENTINGNYA PERLINDUNGAN KEKAYAAN INTELEKTUAL

LOKADEWATA, Denpasar- Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Bali Ny. Putri Suastini Koster terus mengkampanyekan pentingnya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Memanfaatkan media elektronik, Selasa (13/12/2022) sore, Ny. Putri Koster tampil sebagai narasumber pada dialog interaktif dengan tema ‘Diseminasi, Perlindungan, Penegakan dan Komersialisasi Kekayaan Intelektual’. Dialog interaktif juga menghadirkan Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkum HAM Provinsi Bali Constantinus Kristomo sebagai pembicara.

Pada kesempatan itu, Ny. Putri Koster memberi penekanan pada keberadaan dua kain tenun tradisional yaitu endek dan songket yang telah tercatat sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) masyarakat Bali. Dengan demikian, secara hukum dua jenis kain tenun tradisional Bali ini telah mendapat perlindungan. “Artinya, motifnya tak boleh sembarangan diambil dan tidak boleh sembarangan diproduksi di luar Bali,” ujarnya. Ia berharap tercatatnya endek dan songket sebagai KIK dapat melindungi kelestarian tenun tradisional warisan leluhur masyarakat Bali ini.

Salah satu ancaman yang kerap kali diungkap oleh Putri Koster adalah aksi penjiplakan motif songket oleh produsen kain bordir. Dengan tercatatnya songket sebagai KIK masyarakat Bali, pelaku usaha bordir diingatkan agar jangan lagi menjiplak motif songket. “Teknik bordir sah-sah saja, namun sebaiknya juga diikuti dengan pembuatan desain motif. Jangan mengambil motif tenun lain seperti songket. Hati-hati kena masalah hukum, karena songket sudah terdaftar sebagai KIK,” ucapnya.

Tak hanya motif songket, ia juga memberi perhatian pada motif tenun gringsing. “Jangan sembarang membawa motif gringsing ke jenis tenun lain, apalagi dipakai pada produk kerajinan seperti tas dan sandal. Itu akan menurunkan kemuliaan dari tenun tersebut. Niat kreatif tapi berdampak negatif,” tutur perempuan yang akrab disapa Bunda Putri ini. Ia berharap, tenun tradisional Bali tetap diproduksi oleh perajin lokal, namun pemasarannya boleh siapa saja dan dimana saja.

Terkait dengan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual, menurut Bunda Putri, hal terpenting yang harus dilakukan adalah mengubah mindset perajin. Lebih jauh ia bertutur tentang semangat kebersamaan para perajin tradisional Bali di zaman dulu. Disebutkan olehnya, zaman dulu seorang perajin tak mempermasalahkan ketika hasil karya mereka ditiru karena prinsipnya adalah sejahtera bersama. “Tapi itu dulu, sekarang tak bisa lagi seperti itu. Karena faktanya perajin kita banyak dirugikan oleh tindakan meniru yang dilakukan oleh pihak tak bertanggung jawab,” ujarnya. (FID/LOKA)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *