WAGU COK ACE: MODAL, BISNIS PLAN DAN CASH FLOW MENJADI PENGGERAK MUTLAK DALAM DUNIA PARIWISATA DI TENGAH KRISIS AKIBAT PANDEMI


DENPASAR, LOKADEWATA.COM 
—. Bali sebagai barometer Indonesia yang sebelumnya sempat menargetkan kunjungan wisatawan mencapai hingga 7 juta pada 2020, akibat pandemi mengalami kerugian mencapai hingga 9,7 trilun akibat  dampak penutupan pariwisata, tetap melakukan promosi melalui digitalisasi. Hal ini dilakukan sebagai kesiapan untuk pariwisata ke depan. Hal ini disampaikan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) saat di daulat sebagai narasumber dalam program SESPIBI (Sekolah Pimpinan Tinggi Bank Indonesia), Jumat (4/9).

Dalam kesempatan tersebut Wagub Cok Ace menerangkan bahwa, pandemi Covid-19 ini mengajarkan agar semua pihak khususnya pelaku wisata mulai melakukan pembenahan terutama dalam menjaring klaster wisatawan yang bertujuan mendapatkan atau meningkatkan kualitas pariwisata, dimana pariwisata ke depan tidak hanya memberikan pertumbuhan ekonomi spesifik terhadap para pelaku dan pengusaha saja, melainkan pariwisata yang berkualitas diharapkan mampu memberikan manfaat bagi kesejahteraan dan kualitas hidup bagi masyarakat Bali secara menyeluruh.

Indonesia sampai saat ini belum membuka destinasi pariwisata akibat semakin banyaknya kasus positif Covid-19 setiap harinya, Bali yang memiliki sekitar 354 destinasi terus mencoba melakukan pembenahan termasuk wajib menyiapkan sarana protokol kesehatan bagi pemilik usaha.  “Pandemi Covid-19  meluluhlantakan perekonomian bali selama hampir enam (6) bulan belakangan, sehingga pertumbuhan ekonomi Bali berada paling bawah di Indonesia mencapai 10,98 minus kontraksi terdalam d Indonesia pada triwulan pertama adalah 1,14%,” ujar Wagub Cok Ace.

Dalam penanganan Covid-19 Pemerintah Daerah secara serius melakukan sejumlah upaya untuk kembali dapat memulihkan perekonomian bali, segala sesuatu diharapkan dapat di bantu dan didukung oleh masyarakat luasnya. Karena membina akomodasi disaat pandemi padat karya dan padat modal itu sangat dibutuhkan, sehingga persoalan yang kita hadapi adalah tentang sumber daya manusia (SDM) dan modal yang tertanam.

“Untuk menggerakkan dunia pariwisata di tengah krisis akibat pandemi Covid-19 terdapat tiga (3) hal yang mutlak di miliki yakni, modal (modal sendiri atau modal yang bersumber dari pinjaman) yang digunakan sebagai obyek untuk memutar roda penjualan dan perekonomian, Bisnis plan ( mimpi atau harapan) dalam membangun relasi sehingga dapat bertahan di masa pandemi, dan Cash flow adalah ketersediaan tetesan keuntungan dari modal dan usaha yang sedang dijalani.

Sebagai Pemerintah yang memiliki tanggung jawab kesejahteraan warganya terus mengupayakan penyaluran bantuan selama wabah berlangsung, hal ini untuk menangani kebutuhan pangan sehari-hari karena sebanyak 4 ribu sumber daya manusia sedang mengalami dampak dari keterpurukan akibat ditutupnya pariwisata. Berkaitan dengan banyaknya sumber daya manusia khususnya pelaku dan pekerja pariwisata yang dirumahkan, ke depannya perlu dibuatkan kebijakan lebih lanjut agar usaha ini tatkala dibuka kembali, dapat kembali di putar dan bergerak kembali. 

“sebaiknya semua pihak baik pemerintah dan pelaku usaha mulai mempertimbangkan cara ke depan agar tidak hanya bertumpu pada satu bidang, yakni pariwisata saja. Triwulan ketiga tidak ada kanal kaeuangan lagi, pemerintah hanya mengandalkan APBD dan APBN, sehingga menyebabkan uang yang beredar sangat kecil dan daya beli masyarakat sangat tinggi. Ketergantungan pada pariwisata menyebabkan sama saja menarik kereta pedati dengan satu kuda sehingga perlu dipikirkan bagaiman kita menyiapkan kuda kuda lain untuk kedepan, ibarat kereta, saat ini kita sedang terseok-seok karena ditarik satu ekor kuda saja, dan perlu dipertimbangkan tentang penambahan kuda pada masa yang akan datang terutama pasca pandemi Covid-19 ini,” ungkap Wagub Cok Ace.

Sejak awal Konsentrasi perekonomian di bali memang bertumpu pada pariwisata, sehingga perkembangan pariwisata di bali, sesungguhnya sudah mulai di bangun sejak 1930 silam, sehingga satu hal yang sangat mendasar adalah ketertarikan pada budaya bali, dimana Bali yang belum mengenal media promosi saat itu hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut, sehingga perkembangan pariwisata pada tahun 1970 an menjadi tonggak lonjakan pariwisata paling tinggi yang merupakan sebuah peradaban dan pengalaman yang kemudian di kembangkan untuk menuju Bali yang berkualitas.

Pariwisata sebagai sebuah pengalaman sehingga perlu dilakukan pengembangann budaya yang tidak ditemukan di daerah lain, dengan budaya ramah dan gotong royong sebagai pengalaman wisatawan untuk datang pada satu wilayah, yang dilihat pada perbedaan untuk mengembangkan dan memperkenalkan pariwisata sebagai potensi wisata dunia adalah karena keindahan alam yang dimiliki banyak wilayah, sedangkan untuk mengangkat strategi wisata adalah menjaga potensi yang dimiliki dengan tujuan agar tidak mengalami degradasi, dan usahakan jangan sampai hilang, sehingga diperlukan keterlibatan dan dapat memberikan manfaat maksimal kepada warga bali sebagai pelaku dan pendukung budaya bali yang memberikan daya tarik pariwisata. (DY/LOKA) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *