DENPASAR, LOKADEWATA.COM—. Semakin banyaknya penambahan kasus positif Covid-19 tentu saja menjadi pertimbangan utama bagi dibukanya pintu pariwisata mancanegara untuk berkunjung ke Bali. Semakin naik angka positif Covid-19 maka semakin lama pula kebijakan Pemerintah pusat dan daerah untuk membuka kembali pintu kedatangan wisatawan. Hal ini menjadi perhatian para akademisi Perguruan Tinggi Universitas Udayana untuk kembali melakukan diskusi untuk mencari format kepariwisataan Bali era baru pasca Covid-19 nantinya.
Secara khusus, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) mengajak semua pihak dari semua sektor dan semua kalangan untuk menggunakan kesempatan pandemi Covid-19 ini memikirkan dan bersama-sama mencari solusi bagi keberlangsungan dan pemahaman budaya Bali, manusia Bali dan alam Bali yang tetap harus bersatu dalam kesatuan sekaligus menjadi komitmen yang diperjuangkan pada masa yang akan datang. Hal ini disampaikannya saat didaulat menjadi salah satu pembicara dalam webinar yang diselenggarakan oleh Pusat Unggulan Pariwisata Universitas Udayana, Senin (31/8).
Wagub Cok Ace menambahkan Bali menjadi daerah yang amat sangat terdampak karena mengalami penurunan kunjungan wisatawan yang mengakibatkan mati surinya perputaran ekonomi hingga 100 persen. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh Pemprov Bali tentang protokol tatanan era baru agar masyarakat Bali kembali produktif dan aman dari Covid-19. Dalam hal ini kebersihan telah menjadi kebiasaan baru dan menjadi realitas temporal.
“Apabila pandemi Covid-19 sudah selesai kami mengharapkan agar pola kebiasaan tatanan era baru tetap dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, karena protokol kesehatan memiliki nilai relevan jika dicermati dengan teliti. Dimana protokol kesehatan merupakan bagian terkecil saat kita saling berinteraktisi antara satu dengan yang lainnya,” ungkap Wagub Cok Ace.
Penerapan protokol kesehatan akibat pandemi Covid-19 ini dianggap bukan sekedar menciptakan kebiasaan yang bersih secara fisik atau kasat mata saja, melainkan merupakan konsep bersih jika dipandang dari sudut dan unsur niskla adalah sebuah hal yang memang menjadi konsep hidup di Bali yakni konsep Tri Hita Karana, dimana sebagai manusia kita berkewajiban menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan Sang Pencipta (Tuhan), menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan manusia dan menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungan.
“Selain itu konsep Tat Twam Asi dimana “Aku adalah Kamu dan Kamu adalah Aku” dimaknai dalam kewajiban menggunakan masker di masa pandemi. Dengan arti lain maskerku berfungsi untuk melindungi dan menjaga kesehatanmu dan begitu juga sebaliknya bahwa masker yang kamu paka akan melindungi dan menjaga kesehatan dan keselamatanku dan juga orang disekitar kita,” imbuh Cok Ace. Jika diambil hikmah dari wabah Covid-19 ini akan sangat berkaitan dengan visi pola pembangunan semesta berencana menuju Bali era baru “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” dimana keterkaitan untuk saling menjaga dan saling membutuhkan adalah hal utama yang perlu ditingkatkan.
Untuk ke depan, menurut Cok Ace format pariwisata berkelanjutan berbasis budaya yang berkomitmen menjaga alam, budaya dan manusia Bali sebagai asetnya merupakan sosial kapital dari keuntungan pariwisata, sehingga konsistensi pariwisata budaya ke depannya tidak hanya melihat keunikan bali saja namun juga memperhitungkan keutuhan dari manusia, budaya dan alamnya.
“Karena semua sektor dan semua sisi kehidupan yang ada di pulau Bali ini memiliki kesucian melalui berbagai upacara dari masing-masing kegiatan dan wilayahnya yang bertujuan untuk menyucikan budaya secara niskala, namun jika sampai kita menodai apalagi menghacurkan alam, budaya dan manusia Bali itu sendiri maka dapat dikatakan bahwa kita telah membunuh ayah dan ibu kandung kita sendiri (menodai tanah kelahiran). Mari kita semua menjaga dan mencari celah bagimana budaya Bali yang selama ini sudah memberikan kenikmatan bagi banyak orang untuk dapat kita lestarikan dengan mengikuti garis flural, sekaligus mencari cara agar pariwisata selain memberikan pendapatan yang tinggi juga dapat memberikan penghidupan yang layak bagi semua warganya,” imbuhnya.
Guru besar Universitas Gajah Mada Wiendu Nuryanti menambahkan bahwa jumlah pekerja di sektor pariwisata sangat besar dan terlihat sangat jelas dengan jumlah yang signifikan tinggi mengalami keterpurukan. “Kita menjadi prihatin sehingga harusnya era baru ke depan harus tetap kuat dengan strategi yang dilakukan untuk menyikapi kepariwisataan dalam menghadapi perubahan yang fenomenal dimana banyak pihak yang takut mendatangi destinasi pariwisata, dan menunjukkan sejumlah akomodasi memilih untuk berhenti bergerak (khususnya akomodasi udara) sehingga mengalami transformasi yang amat sangat signifikan, hal ini menunjukkan ada yg di untungkan dan ada pula yang tidak, namun tetap penerapan protokol kesehatan harus diterapkan secara konsisten oleh semua pihak sehingga semua merasa terlindungi dari virus Covid-19 ini,” ungkapnya.
Secara prinsip sebuah perubahan memang akan terjadi baik cepat ataupun lambat, namun pandemi Covid-19 ini secara tidak langsung menjadikan sebuah peradaban baru yang terlalu cepat dimana siap ataupun tidak kita semua harus menghadapinya, hal ini tentu saja menguji kesiapan kita dalam menerapkan tatanan era baru, imbuh Wiendu Nuryanti. Dengan percepatan peradaban dan perubahan ini, seluruh masyarakat di Indonesia harus sadar bahwa tatanan kehidupan yang lama dan tatanan kehidupan yang baru harus sama sama memiliki keterikatan yang saling mendukung di dalam perbaikan menuju sesuatu hal yang lebih baik. (DY/LOKA)