BOGOR, LOKADEWATA.COM – Jajaran Polda Metro Jaya membekuk seorang pemuda bernama Hermawan Susanto di Perumahan Metro Parung, Desa Waru, Parung, Kab Bogor, karena mengancam akan memenggal kepala Presiden Joko Widodo.
Video Pria Ancam Penggal Kepala Jokowi, Pelaku Dipolisikan. Ancaman pemuda berusia 25 tahun itu dia kemukakan lewat video saat melakukan unjuk rasa di depan Gedung Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, pada Jumat (10/5) siang. Video tersebut lantar tersebar dan viral di jagat medsos.
Atas perbuatannya, Hermawan dijerat pasal 104 KUHP tentang makar dan 27 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman untuk hukuman untuk pasal 104 yakni maksimal penjara 20 tahun dan hukuman mati. Pengamat Kebijakan Publik, Yusfitriadi menilai bahwa semua bermuara pada isu Pemilihan Presiden (Pilpres).
“Bahkan dalam pikiran saya, salah satu nilai -nilai luhur kemanusiaan di negara manapun adalah tidak menebar ujaran kebencian kepada siapapun. Terlebih kepada presiden sebagai simbol sebuah negara,” beber Yusfitriadi pada wartawan koran ini tadi malam.
Ia melihat, dalam hal ini bukan hanya sekadar teks narasi dan diksi dari pernyataan penghinaan berikut ancamannya. Namun jauh dari itu, dimana ujaran kebencian dan penghinaan terlebih ditujukan kepada kepala negara akan berimplikasi tidak sederhana.
Implikasi pengancaman tersebut akan terus menjadi opini liar yang mungkin saja akan mengancam keutuhan NKRI dan ideologi negara. “Sehingga bagi saya hukuman itu masih sangat relevan bagi siapapun yang menghina dan mengancam kepala negara,” ungkapnya.
Di luar itu, ada hal yang memang dibutuhkan saat ini selain tindakan dan penegakan hukum. Yakni pencegahan. Pencegahan inilah yang menurut Yus belum berjalan maksimal.
Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana pembelajaran dan pemahaman tentang etika harus menjadi sesuatu yang inti dalam setiap ranah pendidikan, forum warga, instansi dan semua elemen masyarakat.
Namun tentu pemerintah mempunyai tanggungjawab lebih untuk mendesain berbagai formulasi pencegahan tersebut.
“Pendekatan penindakan secara hukum atas pelanggaran etika, tidak akan mempunyai makna lebih. Bahkan bukan tidak mungkin akan menambah masalah tanpa didahului oleh formulasi pencegahan,” pungkasnya. (TU/PG)